Penyebab Tingginya Pengangguran di Indonesia
Pengangguran
tetap menjadi tantangan signifikan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2025, Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) tercatat sebesar 4,76%, mengalami penurunan 0,06 persen poin
dibandingkan Februari 2024 .
Namun,
secara absolut, jumlah penganggur meningkat dari 7,20 juta menjadi 7,28 juta
orang, menunjukkan bahwa pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat daripada
penciptaan lapangan kerja .
Faktor Struktural
Ketimpangan Pertumbuhan
Lapangan Kerja dan Angkatan Kerja
Setiap
tahun, jutaan lulusan baru memasuki pasar kerja. Namun, pertumbuhan lapangan
kerja tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja, menyebabkan
backlog pengangguran.
Perubahan Struktur Ekonomi
Pergeseran
dari sektor padat karya ke sektor padat modal dan teknologi menyebabkan
penyerapan tenaga kerja menjadi lebih rendah, meskipun sektor tersebut
mengalami pertumbuhan.
Ketidaksesuaian Kompetensi
dan Kebutuhan Industri
Sering
disebut sebagai "skill mismatch", kondisi ini terjadi ketika
kurikulum pendidikan tidak relevan dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan
tidak siap kerja meskipun secara administratif memenuhi syarat.
Faktor Konjungtural
Perlambatan Ekonomi
Ketika
pertumbuhan ekonomi melambat, perusahaan cenderung melakukan efisiensi,
termasuk pembekuan rekrutmen bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Krisis dan Pandemi
Pandemi
COVID-19 adalah contoh nyata bagaimana bencana kesehatan dapat berdampak besar
terhadap pengangguran massal, terutama di sektor pariwisata, transportasi, dan
ritel.
Minimnya Investasi Asing
Tingkat
penanaman modal asing (PMA) yang rendah atau fluktuatif memengaruhi kemampuan
sektor industri dalam membuka lapangan kerja baru.
Faktor Sosial dan Kultural
Tingkat Pendidikan yang
Rendah
Banyak pencari kerja yang tidak memiliki ijazah pendidikan menengah atau keahlian teknis, padahal lapangan kerja semakin membutuhkan keterampilan spesifik.
Budaya Kerja yang Belum
Kompetitif
Kurangnya
semangat kerja, mental wirausaha, dan etos kerja produktif membuat sebagian
individu tidak mampu bersaing di pasar kerja yang kompetitif.
Preferensi Terhadap Jenis
Pekerjaan
Banyak
masyarakat yang enggan bekerja di sektor informal atau pekerjaan kasar, padahal
sektor ini seringkali lebih menyerap tenaga kerja dalam jangka pendek.
Peran Kebijakan dan
Regulasi
Regulasi Ketenagakerjaan
yang Kaku
Beberapa
peraturan ketenagakerjaan dianggap kurang fleksibel bagi investor, sehingga
menghambat ekspansi usaha dan penciptaan kerja.
Kurangnya Dukungan untuk
UMKM
Padahal
UMKM menyerap lebih dari 90% tenaga kerja, namun dukungan akses permodalan,
pelatihan, dan pasar masih terbatas.
Minimnya Program
Reskilling dan Upskilling
Di tengah
era digital dan revolusi industri 4.0, tenaga kerja Indonesia perlu dibekali
keterampilan baru (reskilling) dan peningkatan kompetensi (upskilling) agar
tidak tertinggal.
Pengangguran
di Indonesia disebabkan oleh kombinasi kompleks dari faktor struktural,
konjungtural, sosial, dan kebijakan. Menurunkan angka pengangguran bukan
sekadar menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menyiapkan SDM yang kompeten
dan adaptif terhadap perubahan zaman.