Dedi Mulyadi Hapus PR Sekolah, Guru Didorong Ciptakan Tugas Produktif Kontekstual

Daftar Isi

Dedi Mulyadi Hapus PR Sekolah

Gagasan peniadaan pekerjaan rumah (PR) bagi pelajar sekolah kembali mengemuka, seiring dengan dorongan kuat dari figur publik seperti Dedi Mulyadi untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih produktif dan kontekstual di lingkungan rumah.

Langkah ini diharapkan tidak lagi membebani pelajar dengan tumpukan tugas di luar jam sekolah, melainkan mendorong para guru untuk berinovasi dalam merancang aktivitas yang lebih bermakna dan relevan.

Wacana penghapusan PR ini mencuat dari berbagai kalangan yang prihatin terhadap beban akademis siswa, terutama di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dedi Mulyadi, dalam beberapa kesempatan, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap kebijakan ini, menekankan bahwa waktu di rumah seharusnya menjadi ajang pengembangan diri, bukan perpanjangan jam pelajaran yang membosankan.

Kebijakan ini bukan semata-mata meniadakan tanggung jawab belajar siswa di rumah, namun lebih pada pergeseran paradigma tentang bagaimana pelajar berinteraksi dengan materi pelajaran di luar sekolah.

Tujuannya jelas, yakni agar siswa memiliki waktu lebih banyak untuk mengembangkan diri, berinteraksi dengan keluarga, dan mengeksplorasi minat serta bakatnya secara mandiri.

Mengapa PR Dihapus? Optimalisasi Waktu Belajar di Rumah

Peniadaan PR yang digagas Dedi Mulyadi didasari oleh beberapa pertimbangan mendalam terkait efektivitas belajar dan kesejahteraan pelajar

Studi menunjukkan bahwa beban PR yang berlebihan seringkali menyebabkan stres, kelelahan, dan mengurangi waktu berkualitas siswa bersama keluarga atau untuk kegiatan non-akademik.

Beban Akademis dan Dampak Psikologis Pelajar

Tumpukan PR seringkali memicu kecemasan dan stres pada pelajar, terutama saat mereka harus membagi waktu antara tugas sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan istirahat. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan motivasi belajar siswa

Dengan meniadakan PR, pelajar diharapkan bisa lebih rileks, menikmati proses belajar tanpa tekanan, dan memiliki energi lebih untuk menyerap pelajaran di sekolah esok harinya.

Waktu Berkualitas untuk Keluarga dan Pengembangan Diri

Salah satu esensi utama dari gagasan ini adalah mengembalikan waktu siswa ke ranah keluarga. Interaksi antara anak dan orang tua yang selama ini tereduksi karena tuntutan PR, diharapkan dapat kembali terjalin erat. 

Pelajar juga akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mengeksplorasi hobi, mengembangkan bakat di luar akademik seperti seni, olahraga, atau keterampilan sosial, atau sekadar beristirahat dan bermain. Ini krusial untuk perkembangan anak secara holistik.

Baca Juga : Pendidikan Digital Marketing di Sekolah: Solusi Kurikulum untuk Masa Depan Digital

Dedi Mulyadi Hapus PR Sekolah
Sumber : Kompas

Peran Kunci Guru: Menciptakan Tugas Produktif Berbasis Keterampilan Hidup

Dengan ditiadakannya PR, para guru memegang peran sentral dalam menciptakan bentuk penugasan yang lebih relevan dan produktif. Ini adalah kesempatan bagi para pendidik untuk berinovasi, merancang metode pengajaran yang tidak hanya mengacu pada buku teks, tetapi juga lingkungan sekitar siswa.

Tugas Kontekstual dan Penerapan Ilmu dalam Keseharian

Tugas-tugas tersebut diharap mampu mengasah keterampilan hidup siswa, bukan sekadar mengulang materi yang sudah diajarkan di sekolah. Misalnya, alih-alih mengerjakan soal-soal matematika di buku, pelajar bisa diminta untuk menghitung kebutuhan belanja harian orang tua, atau membantu menyusun anggaran rumah tangga.

 Dalam pelajaran IPA, guru dapat meminta siswa mengamati siklus pertumbuhan tanaman di halaman rumah atau mencatat jenis-jenis serangga di sekitar lingkungan mereka.

Guru harus lebih kreatif. Tugas rumah itu bukan cuma mengerjakan soal di kertas, tapi bagaimana siswa bisa menerapkan ilmu yang mereka dapat di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bisa diminta membantu orang tua berkebun, membaca buku cerita bersama keluarga, atau bahkan mengamati fenomena alam di sekitar rumah dan menceritakannya, yang mana akan melatih kreativitas guru dalam memberikan penugasan.

Adaptasi Kurikulum dan Evaluasi Pembelajaran

Perubahan ini tentu menuntut adaptasi dari berbagai pihak. Para guru perlu berani berpikir di luar kebiasaan dalam merancang kurikulum dan evaluasi pembelajaran. Sistem penilaian pun harus bergeser, tidak melulu berfokus pada hasil tes tertulis, melainkan juga mengapresiasi proyek, presentasi, atau kegiatan produktif lainnya yang dilakukan pelajar di rumah. Ini sejalan dengan semangat Merdeka Belajar yang menekankan fleksibilitas dan relevansi pendidikan.

Manfaat Jangka Panjang: Generasi Mandiri dan Berkarakter

Kebijakan peniadaan PR yang didorong oleh Dedi Mulyadi ini diharapkan membawa manfaat jangka panjang bagi kualitas pendidikan di Indonesia. Dampak positifnya tidak hanya terasa pada pelajar dan keluarga, tetapi juga pada ekosistem pendidikan secara keseluruhan.

Generasi yang tidak lagi terbebani PR akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan potensi diri mereka, baik di bidang akademik maupun non-akademik. Mereka akan tumbuh menjadi individu yang lebih mandiri, punya inisiatif, dan tidak bergantung pada tuntutan formal semata. 

Hubungan keluarga akan lebih harmonis, sebab orang tua dapat menjadi mitra belajar yang suportif, bukan lagi pengawas PR. Pada akhirnya, kebijakan ini bertujuan menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter siswa kuat, mandiri, dan mampu beradaptasi dengan tantangan kehidupan nyata.

Sevenstar Digital