Mainan Tradisional Mulai Hilang: Ancaman Budaya di Era Anak Gadget

Daftar Isi

Mainan Tradisional Mulai Hilang

Pada zaman dululu, memainkan gobak sodor, petak umpet, hingga engklek dengan suara tawa anak-anak  menjadi bagian dari keseharian di kampung-kampung Indonesia. Kini, pemandangan itu kian jarang terlihat. Anak-anak zaman sekarang lebih akrab dengan tablet, ponsel pintar, dan deretan game online yang memikat.

Fenomena ini memunculkan kekhawatiran baru: mainan tradisional perlahan menghilang, terancam punah ditelan derasnya arus teknologi digital.

Dominasi Gadget Geser Permainan Tradisional

Tak dapat dimungkiri, kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam cara anak-anak menghabiskan waktu luang. Keberadaan smartphone, jaringan internet yang stabil, serta game online seperti Mobile Legends, Roblox, atau Free Fire membuat generasi Alpha dan remaja lebih betah menatap layar dibandingkan bermain secara fisik di luar rumah.

“Kalau dulu pulang sekolah langsung main bentengan sama teman-teman, sekarang anak saya lebih suka main game daring di kamar,” ujar Rini, seorang ibu rumah tangga di Surabaya.

Selain itu, faktor keamanan juga membuat banyak orang tua lebih memilih anak bermain di dalam rumah. Lingkungan yang semakin padat, minimnya ruang terbuka hijau, serta kekhawatiran terhadap keselamatan anak turut mempercepat perubahan pola asuh dalam parenting di era digital.

Hilangnya Warisan Budaya dan Interaksi Sosial

Permainan tradisional Indonesia bukan sekadar bentuk hiburan. Di balik congklak, bakiak, kelereng, hingga egrang, terkandung nilai-nilai budaya lokal anak-anak yang diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap permainan mengajarkan  strategi, sportivitas, kerjasama bahkan strategi.

“Permainan tradisional itu bagian dari pembentukan karakter. Anak-anak belajar antri, jujur, dan berinteraksi secara langsung,” ungkap Yuniarti, guru sekolah dasar di Yogyakarta.

Hilangnya permainan tradisional dikhawatirkan mempersempit ruang interaksi sosial anak. Mereka yang terlalu larut dalam dunia maya kerap mengalami kesulitan berkomunikasi langsung, cenderung individualistis, bahkan kurang mampu membangun kerjasama tim di dunia nyata.

Selain itu, jika tidak dilestarikan, Indonesia berisiko kehilangan sebagian dari kekayaan tradisi permainan masa kecil yang menjadi bagian penting dari identitas budaya nasional.

Baca Juga : Budaya Nusantara: Warisan Bernilai Tak Ternilai

Mainan Tradisional Mulai Hilang

Upaya Pelestarian: Mulai dari Rumah Hingga Sekolah

Meski menghadapi tantangan berat, harapan untuk menjaga eksistensi permainan tradisional tetap ada. Beberapa sekolah mulai memasukkan permainan tradisional ke dalam edukasi budaya di sekolah, baik dalam mata pelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Di berbagai daerah, festival budaya lokal juga rutin digelar. Festival Dolanan Anak di Yogyakarta atau Pekan Permainan Tradisional di Bandung menjadi contoh nyata bagaimana komunitas masih peduli menjaga keberadaan permainan rakyat.

Peran orang tua di rumah pun sangat vital. Mengajak anak-anak mencoba kembali permainan seperti lompat tali, congklak, atau kelereng bisa menjadi momen kebersamaan keluarga sekaligus mengenalkan kembali budaya yang hampir terlupakan.

“Setiap akhir pekan, saya ajak anak-anak main bakiak di halaman rumah. Mereka senang, sekaligus belajar menjaga keseimbangan dan kerjasama,” ujar Lani, ibu dua anak di Semarang.

Menghidupkan Kembali Permainan Tradisional: Tanggung Jawab Bersama

Indonesia kaya akan ragam permainan tradisional. Dari engrang bambu di Betawi, gasing di Sulawesi, hingga galah asin di Sumatera. Semua menyimpan keunikan lokal yang memperkaya khazanah budaya bangsa.

Di tengah derasnya gempuran teknologi, menyelamatkan permainan tradisional bukan hanya sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga bentuk nyata menjaga jati diri bangsa. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, komunitas budaya, dan tentu saja peran aktif orang tua dalam memperkenalkan kembali permainan tradisional kepada gen alpha, anak-anak, balita, hingga remaja.

Dengan langkah bersama, budaya lokal anak-anak Indonesia tetap bisa bertahan, bahkan berkembang berdampingan di tengah pesatnya teknologi modern.

Sevenstar Digital