Sosialita dan Konten Mewah: Realita di Balik Media Sosial
Media sosial kini menjadi panggung bagi gaya hidup glamor. Sosialita digital baik selebritas maupun influencer memamerkan tas branded, makan malam di restoran bintang lima, dan liburan ke luar negeri.
Semua disajikan dalam bentuk konten yang rapi, estetik, dan mengundang decak kagum.
Namun, di balik layar yang penuh kemewahan, ada pertanyaan penting: apakah semua ini benar-benar cerminan kehidupan nyata atau hanya strategi personal branding?
Dulu Elit Sosial, Kini Elit Digital
Perubahan zaman juga mengubah definisi sosialita. Dahulu, sosialita identik dengan kalangan elit yang dikenal di dunia nyata. Kini, status sosialita bisa dibangun lewat media sosial.
Aktivitas Sehari-hari yang Jadi Konten:
-
Belanja di butik mewah
-
Brunch di tempat instagramable
-
Unboxing produk fashion premium
-
Outfit of the Day (OOTD) dengan brand ternama
Peran algoritma sangat besar. Semakin visual kontennya menarik, semakin besar peluang masuk halaman “Explore” dan mendapatkan engagement tinggi.
Realita di Balik Kemewahan Digital
Tidak semua sosialita digital benar-benar kaya. Banyak yang menciptakan kesan glamor dengan cara kreatif bahkan ekstrem.
Fakta di Lapangan:
-
Ada yang menyewa barang mewah untuk kebutuhan foto.
-
Beberapa menggunakan jasa editor profesional agar tampil lebih “mewah”.
-
Sebagian lainnya mengalokasikan lebih dari 50% pendapatan hanya untuk menjaga citra online.
Kutipan dari seorang pengamat budaya digital menyebutkan, “Kemewahan kini diproduksi, bukan diwarisi.” Artinya, siapapun bisa tampil mewah selama punya skill mengolah konten yang tepat.
Namun, ada tekanan sosial yang cukup besar di baliknya: harus tampil sempurna setiap saat, harus update konten setiap minggu, dan harus menjaga reputasi digital meski itu mengorbankan kestabilan finansial.
Transformasi Makna Sosialita
Media sosial telah merevolusi cara kita memandang status sosial.
Dulu, sosialita adalah warisan keluarga. Sekarang, sosialita bisa diciptakan oleh algoritma dan konsistensi membuat konten.
Ciri Sosialita Digital Masa Kini:
-
Memiliki estetika visual yang konsisten
-
Aktif di berbagai platform
-
Rajin menampilkan gaya hidup yang “aspiratif”
-
Diundang ke berbagai event karena eksistensi digital, bukan latar belakang keluarga
Fenomena ini membawa dampak ganda: membuka ruang inklusif untuk siapa pun menjadi terkenal, namun juga menciptakan persaingan yang tidak sehat dalam mencitrakan kemewahan.
Dampak bagi Generasi Muda
Banyak generasi muda menjadikan sosialita digital sebagai role model. Padahal, banyak dari mereka yang sebenarnya hanya memperlihatkan sisi terbaik, bukan realita utuh.
Dampak Nyata:
-
FOMO (Fear of Missing Out) meningkat
-
Kecenderungan membandingkan diri secara berlebihan
-
Muncul kebiasaan konsumtif demi “konten”
-
Tekanan untuk selalu tampil ideal
Istilah “Fake it till you make it” menjadi pembenaran bagi sebagian orang untuk hidup di luar batas kemampuannya. Mereka membeli barang mahal, bukan karena butuh, tapi demi konten.
Inilah pentingnya literasi digital: untuk memahami bahwa tidak semua yang ditampilkan di media sosial benar-benar mencerminkan kenyataan.
Transformasi sosialita di era digital menegaskan bahwa kemewahan bukan lagi tentang siapa kita, tapi bagaimana kita menampilkannya.
Di balik konten yang terlihat glamor, seringkali tersembunyi tekanan sosial, pengeluaran besar, dan ilusi kehidupan ideal.
Maka, sebelum kagum pada konten sosialita yang serba wah, penting untuk mengingat bahwa media sosial hanyalah highlight kehidupan bukan keseluruhan kisah.
Bijak dalam menikmati konten adalah langkah awal untuk menjaga kesehatan mental, keuangan, dan rasa percaya diri.


