Antara Harapan dan Realita: Nasib Guru Honorer di Tengah Kebijakan ASN PPPK

Daftar Isi

Ketika berbicara tentang masa depan pendidikan Indonesia, tak bisa dilepaskan dari sosok guru honorer. Mereka mengabdi di ruang-ruang kelas tanpa jaminan status kepegawaian yang pasti, menghadapi tantangan besar dengan semangat yang tak kalah dari guru negeri. Di tengah segala keterbatasan, muncul harapan baru lewat kebijakan ASN PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Tapi, apakah harapan itu sejalan dengan realita?

Siapa Itu Guru Honorer?

Guru honorer adalah pendidik yang diangkat oleh sekolah atau pemerintah daerah tanpa status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Umumnya mereka menerima gaji dari dana BOS atau anggaran daerah. Nominalnya? Tidak selalu mencukupi bahkan sebagian hanya menerima Rp300.000–Rp500.000 per bulan. Tak ada tunjangan, tidak ada jaminan pensiun, bahkan perlindungan hukum pun minim.

Meski begitu, guru honorer tetap hadir di garis depan pendidikan, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Keberadaan mereka penting, namun status mereka kerap terpinggirkan.

Lahirnya Skema ASN PPPK: Jalan Tengah?

Sebagai bentuk reformasi kepegawaian, pemerintah memperkenalkan skema ASN PPPK. Sistem ini bertujuan memberi ruang bagi tenaga honorer untuk menjadi bagian dari aparatur sipil negara, namun dengan model kontrak.

Berbeda dari PNS yang memiliki status permanen, ASN PPPK bekerja dengan kontrak 5 tahun yang dapat diperpanjang. Meski begitu, mereka berhak atas gaji tetap dari APBN, tunjangan, BPJS, THR, dan perlindungan hukum. Kebijakan ini diharapkan menjadi solusi menengah antara status guru honorer yang tak menentu dan kebutuhan negara atas tenaga pendidik berkualitas.

Perbedaan Guru Honorer dan ASN PPPK

Meski sama-sama mengajar, status antara guru honorer dan ASN PPPK sangat berbeda secara hukum dan administratif. Berikut ringkasannya:

Aspek

Guru Honorer

ASN PPPK

Status Kepegawaian 

Non-ASN, tidak tetap

ASN kontrak, status legal diakui negara

Sumber Gaji

Dana BOS / APBD

APBN lewat Kemendikbud / BKN

Jaminan Sosial

Umumnya tidak ada

BPJS Kesehatan, THR, tunjangan fungsional

Seleksi

Tanpa standar nasional

Lewat tes seleksi ASN PPPK berbasis CAT

Karier dan Perlindungan

Terbatas dan tidak pasti

Dapat diperpanjang, karier lebih terstruktur


Baca Juga: Sekolah Rakyat: Solusi Pendidikan untuk Semua Tingkat Sosial

Realita Implementasi: Belum Semulus Harapan

Meski kebijakan ini disambut baik, pelaksanaannya masih menyisakan sejumlah tantangan:

🔹 Kuota dan Tes Seleksi Masih Jadi Penghalang

Tidak semua guru honorer bisa otomatis menjadi ASN PPPK. Mereka harus lolos tes seleksi nasional yang digelar secara daring dan menggunakan sistem CAT (Computer Assisted Test). Ini jadi hambatan bagi guru senior yang kurang akrab dengan teknologi, atau yang tidak punya akses ke pelatihan dan tryout.

🔹 Ketimpangan Antar Daerah

Rekrutmen ASN 2025 di beberapa daerah menunjukkan bahwa kemampuan fiskal dan kesiapan infrastruktur sangat menentukan. Di daerah dengan APBD terbatas, pengangkatan ASN PPPK bisa tertunda karena kurangnya dana untuk menggaji pegawai baru, meski sudah lulus seleksi.

🔹 Status "Tanggung" dan Beban Kerja

Meski sudah ASN PPPK, tidak sedikit guru yang mengeluhkan beban kerja tak sebanding dengan jaminan jenjang karier. Tanpa pelatihan rutin dan supervisi yang baik, peningkatan kesejahteraan tidak otomatis meningkatkan mutu pendidikan.

Menuju Pendidikan yang Lebih Adil dan Setara

Skema ASN PPPK adalah langkah positif untuk memperbaiki nasib guru honorer. Namun, untuk mencapai sistem pendidikan yang adil, dibutuhkan lebih dari sekadar perubahan status.

Apa yang Perlu Dilakukan?

·       Pemerintah pusat harus memperluas akses pelatihan dan fasilitasi persiapan tes seleksi.

·       Pemerintah daerah perlu diberi dukungan fiskal agar tak menghambat pengangkatan guru.

·       Guru honorer pun perlu mempersiapkan diri secara aktif, baik dari sisi kompetensi pedagogik maupun literasi digital.

Kebijakan ini bisa menjadi awal perubahan. Namun, perlu kerja kolektif untuk memastikan tidak ada guru yang tertinggal hanya karena usia, lokasi, atau keterbatasan akses. Karena pada akhirnya, nasib pendidikan Indonesia bertumpu pada siapa yang berdiri di depan kelas apa pun statusnya.

Sevenstar Digital